Isnin, 1 Ogos 2022

 TAFSIR SURAH YASIN AYAT 71-73 

اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مٰلِكُوْنَ

وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ

وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ

Maksudnya Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya?”

“Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian untuk mereka makan.”

“Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?

Tafsir surah Yasin sebelumnya ayat 68-70 telah berbicara mengenai bantahan terhadap sebagian orang kafir yang menuduh bahwa al-Qur’an merupakan syair yang dikarang oleh Nabi Muhammad Saw. Hal itu merupakan anggapan yang sangat ceroboh dan tidak berdasar serta bersumber dari iri dan dengki.

Sifat iri dan dengki ini yang pada akhirnya mengantarkan mereka pada kekafiran. Mereka lebih memilih menyembah berhala dari pada menyembah Allah yang Esa. Padahal telah banyak anugerah yang Allah limpahkan kepada mereka. Salah satunya adalah nikmat adanya hewan ternak yang tertera dalam surah Yasin ayat 71-73 di atas tadi.

اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ

Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan untuk kamu‘

Allah SWT menempelak orang kafir Quraiys yang tidak melihat, memerhati, meneliti dan mengkaji tentang ciptaan Allah. Terdapat banyak ayat yang menyuruh kita memerhati, mengkaji, merenong dan melihat alam ini seperti ayat

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Tafsir Jalalain

(Dan sesungguhnya Kami jadikan) Kami ciptakan (untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah) yakni perkara hak (dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah) yaitu bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan Allah dengan penglihatan yang disertai pemikiran (dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah) ayat-ayat Allah dan nasihat-nasihat-Nya dengan pendengaran yang disertai pemikiran dan ketaatan (mereka itu sebagai binatang ternak) dalam hal tidak mau mengetahui, melihat dan mendengar (bahkan mereka lebih sesat) dari hewan ternak itu sebab hewan ternak akan mencari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan ia akan lari dari hal-hal yang membahayakan dirinya tetapi mereka itu berani menyuguhkan dirinya ke dalam neraka dengan menentang (mereka itulah orang-orang yang lalai

مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا

hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami

Al-An’am kata dasarnya adalah An’ama, bermaksud unta. Surah al-An’am bermaksud surah binatang ternakan yang ditundukan oleh Allah untuk manusia, tetapi kejahilan manusia di zaman nabi Musa a.s yang menyembah  anak lembu dalam kisah Samiri, sedangkan binatang itu diciptakan untuk kegunaan manusia

Secara tegas Allah memilih diksi an’am (اَنْعَام) yang berarti hewan ternak. Semua mufasir sepakat bahwa yang dimaksud hewan ternak di sini adalah unta, sapi dan kambing. Selain ketiganya ada tambahan lain dalam Tafsir Al Azhar. Tafsir karya Buya Hamka ini membaginya dalam dua jenis.

Pertama jenis hewan ternak yang bisa kendarai dan dimakan, yaitu unta, kerbau, sapi, kibas, dan kambing. Kedua, jenis binatang yang hanya bisa dikendarai yaitu kuda, keledai dan baghal, yaitu hasil kawin silang antara kuda betina dan keledai jantan. Pembagian ini sebagaimana telah tergambar jelas dalam ayat 72 di atas.

Dalam al-Dur al-Mansur, Suyuti mengutip riwayat dari Qatadah yang menyatakan bahwa Allah menjadikan hewan-hewan tersebut tunduk kepada manusia. Ketundukan itu dibuktikan dengan mudahnya menjadikannya sebagai alat pengangkutan.

Saking mudahnya sampai-sampai Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Karim membuat ilustrasinya. Ia mengatakan bahwa seandainya seorang anak kecil mendatangi seekor unta, secara otomastik unta tersebut akan diam dan patuh. Atau seandainya sebuah kereta dengan 100 ekor unta dikusiri oleh seorang anak kecil, 100 unta itu  akan menurut.

Semua nabi menjadi pengembala kambing

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيّاً إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ. فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ

Binatang al-An’am inilah dijadikan binatang korban, sebagaimanan Kisah Nabi Ibrahim dengan anaknya Nabi Ismail untuk menerangkan hukum fiqh, korban yang diterima dan tidak diterima yang disedekahkan kepada asnaf. Iktibar tauhidnya keimanan kepada Allah tanpa syak atau ragu2,  yakin sepenuh hati bahawa Allah itu benar, berserah kepada Allah bulat2, percaya itulah yang terbaik untuk kita

فَهُمْ لَهَا مٰلِكُوْنَ

“lalu mereka menguasainya”

Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Dia menjadikan mereka dapat menaklukkannya, sehingga binatang ternak itu jinak bagi mereka dan tidak liar. Bahkan seandainya anak kecil datang mendekatinya (unta), tentulah anak kecil itu dapat membuatnya merundukkan tubuhnya, atau memberdirikannya atau menggiringnya; dan unta itu akan jinak dan mengikuti apa yang dikehendakinya. Begitu pula seandainya sekumpulan ternak unta terdiri dari seratus ekor atau lebih, semuanya berjalan menuruti apa yang diperintahkan oleh si anak kecil itu.

وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ

Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka;

Secara fitrah, Allah menjadikan sebagian hewan tunduk kepada manusia. Khususnya adalah an’am (اَنْعَام) yang berarti hewan ternak. Itulah nikmat yang dianugerahkan kepada manusia.

فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ

lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian untuk mereka makan.”

kita temui anak-anak kecil yang menjadi pengembala. Lumrahnya mereka mengembala kerbau, sapi, kambing atau domba. Atau kita tahu dalam sebuah perlombaan pacuan kuda, kebanyakan jokinya (baca: penunggang) adalah anak kecil atau orang yang bertubuh ringan.

Terlepas dari pro-kontranya, sisi yang bisa ambil dari hal ini adalah bagaimana kuda pacu yang tenaganya berkali-kali lipat melebihi penunggangnya itu bisa manut dan dikontrol sedemikian rupa.

Ibnu Kathir’ Yakni di antara binatang ternak itu ada yang dapat mereka jadikan tunggangan dan angkutan barang dalam perjalanan mereka menuju ke berbagai daerah. Jika mereka menghendaki, mereka boleh saja menyembelihnya,, lalu memakan dagingnya

Tidak hanya bersifat transportasi, hewan-hewan ternak tersebut mempunyai banyak manfaat selain dikonsumsi dagingnya. Air susu misalnya. Air susu ini bisa dinikmati oleh manusia dan baik untuk kesehatan.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya susu unta, sapi dan kambing yang dijual di pasaran. Seain itu juga membuktikan bahwa hewan-hewan tersebut memang dianugerahkan untuk kebaikan manusia.

وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ

Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?

Belum selesai di situ saja, diksi manafi’ (مَنَافِعُ) pada ayat 73 menurut Wahbah Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir menyatakan adanya manfaat lain yang bisa diolah oleh manusia. Misalnya dari kulitnya dan juga bulu-bulunya.

Hingga kini kulit dari hewan-hewan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup. Sebagai busana misalnya. Tentu kita tahu bahwa kulit sapi dan domba lumrah dijadikan sebagai baju, celana, jaket, sepatu, sandal, tas, maupun topi. Berbeda lagi dari sisi pemanfaatan bulunya.

Domba merupakan hewan ternak yang bulunya dijadikan sebagai bahan kain wol. Darinya terbentuk berbagai macam kebutuhan. Untuk kehangatan, bulu domba dapat dijadikan sebagai jaket ataupun selimut. Konon bulu domba juga dapat dijadikan sebagai obat untuk mengatasi ruam pada kulit.

Dari berbagai macam manfaat dari anugerah Allah Swt itu sudah sepantasnya manusia bersyukur. Salah satu bentuk syukur itu adalah meng-EsakanNya. Tidak ada yang bisa menundukkan hewan-hewan yang tenaganya melebihi manusia itu kecuali Allah Swt. namun sayang kebanyakan manusia tidak bersyukur, sebagaiman ungkapan akhir ayat 73 di atas.

Meskipun kalimat terakhir dalam ayat 73 di atas berbentuk istifham (pertanyaan), namun maknanya adalah menetapkan. Ibnu ‘Asyur mengatakan bahwa kalimat tersebut mengindikasikan keheranan atas kebutaan yang dialami orang-orang muysrik waktu itu. Jelas-jelas nikmat itu ada di depan mata tapi mengapa mereka tidak sadar.

Memang pada awalnya surah Yasin ayat 71-73 ini bertujuan untuk menegur orang-orang musyrik pada zaman Nabi Muhammad Swt yang tidak bersyukur atas nikmat Allah. Meski begitu ayat ini masih relevan dengan masa kini dan akan terus relevan selamanya.

Seyogianya kita jangan sampai menjadi pribadi seperti orang-orang musyirik yang tidak tahu berterimakasih itu. Meskipun mereka dianugerahi nikmat berlipat ganda, namun nyatanya tidak berpengaruh sama sekali terhadap pola pikir dan perilakunya.

Padahal mereka sangat tergantung terhadap hewan-hewan ternak, baik sebagai konsumsi maupun transportasi, tapi mereka lebih memilih menyembah berhala daripada menyembah Tuhan yang Esa. Sedangkan berhala-berhala itu tidak bisa berbuat apa-apa sedangkan Allah Swt berkuasa atas segalanya.

Melalui surah Yasin ayat 71-73 ini Allah Swt menegur kita agar senantiasa bersyukur atas nikmat serta mengesakan Allah Swt. Nikmat-nikmat itu Allah gambarkan begitu jelas kepada kita agar kita menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan berterimakasih. Sekian penjelasan singkat tafsir Yasin ayat 71-73

Tiada ulasan:

Catat Ulasan