Sabtu, 20 Ogos 2022

 TAFSIR SURAH YASIN AYAT 74-75

Artikel sebelumnya telah menerangkan bagaimana besarnya nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Salah satunya adalah nikmat haiwan ternakan yang sangat  dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebahagian mereka  melakukan kufur nikmat, bahkan bertuhankan sesuatu selain Allah. 
Wahbah Az-Zuhaili berkpendapat, berbagai kenikmatan yang diberikan Allah pada manusia sebagaimana yang dihuraikan pada ayat-ayat sebelumnya, hendaknya disyukuri dengan cara hanya menyembah dan mentaati Allah SWT. Namun orang-orang kafir dan musyrik mengingkari kewajiban ini. Mereka kufur nikmat, tetap bertahan dalam kesesatan dan enggan menyembah Allah. Malangnya mereka menyembah sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat maupun mudharat.
Dalam tafsir surat Yasin ayat 74-75 berikut ini Allah SWT mencela hal tersebut:

وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنصَرُونَ

لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُندٌ مُّحْضَرُونَ

Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapatkan pertolongan. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentera yang disiapkan untuk menjaga mereka. (Surah Yasin Ayat 74-75)
Mengikut Ibnu Kathir; Allah SWT. berfirman untuk mengecam sikap orang-orang musyrik yang menjadikan tandingan-tandingan yang disembah-sembah selain Allah SWT. Mereka berbuat demikian dengan tujuan agar sembahan-sembahan  tersebut dapat membantu mereka, memberi mereka rezeki, dan mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT. 
Tafsir Jalalain: وَٱتَّخَذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ (Mereka mengambil selain Allah) selain-Nya ءَالِهَةً (sebagai sesembahan-sesembahan) berhala-berhala yang mereka sembah لَّعَلَّهُمۡ يُنصَرُونَ (agar mereka mendapat pertolongan) terhindar dari azab Allah, karena mendapat syafaat dari tuhan-tuhan sesembahan mereka itu, ini menurut dugaan mereka sendiri.
Tafsir Quraish Shihab: Orang-orang musyrik menyembah tuhan-tuhan selain Allah dengan harapan agar tuhan-tuhan itu dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Hamka menjelaskan, sesembahan selain Allah ini tidak hanya terbatas pada patung-patung berhala, apalagi di masa sekarang di mana banyak orang yang bertuhankan pelbagai benda. Antara lain batu, kayu, pohon atau gunung tertentu, termasuk kuburan orang yang telah mati. Mereka yang memuja dan meminta pertolongan pada tuhan-tuhan buatan inilah yang dituju oleh ayat ini.
Allah SWT. berfirman:
{لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ}
Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka. (Yasin: 75)

Ibnu Kathir : Yakni sembahan-sembahan mereka yang selain Allah itu tidak dapat menolong mereka yang menyembahnya, bahkan berhala-berhala itu lebih lemah, lebih hina, lebih rendah, dan lebih kecil; bahkan untuk membela dirinya sendiri dari orang yang bertujuan jahat terhadap dirinya pun tidak mampu. Karena berhala-berhala itu benda mati, tidak dapat mendengar dan tidak dapat berpikir.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka. (Yasin: 75) Yakni sembahan-sembahan mereka itu tidak dapat membantu mereka. Padahal berhala-berhala itu menjadi tentera yang disiapkan untuk menjaga mereka. (Yasin: 75) Orang-orang musyrik semasa di dunia mereka marah demi berhala-berhala sesembahan mereka. Padahal berhala-berhala itu tidak dapat mendatangkan suatu kebaikan pun bagi mereka, tidak dapat pula menolak suatu keburukan pun dari mereka, karena sesungguhnya berhala-berhala itu adalah patung-patung belaka.Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri; pendapat ini baik dan dipilih oleh Ibnu Jarir.

Tafsir Jalalain: لَا يَسۡتَطِيعُونَ (Berhala-berhala itu tidak akan dapat) yakni sesembahan-sesembahan mereka itu tidak dapat menolong. Ungkapan kata berhala memakai jamak untuk orang yang berakal hanyalah sebagai kata kiasan saja, yakni mereka dianggap sebagai makhluk yang berakal نَصۡرَهُمۡ وَهُمۡ لَهُمۡ (menolong mereka padahal berhala-berhala itu) sesembahan-sesembahan mereka itu جُندٌ (menjadi tentara mereka) menurut dugaan mereka, yaitu tentara yang siap menolong mereka مُّحۡضَرُونَ (yang disiapkan) di dalam neraka bersama mereka.

Adapun menurut Nawawi al-Bantani, mereka menyembah selain Allah sebab berkeyakinan bahwa sesembahan tersebut akan mampu menolong mereka dari azab Allah Swt. Keyakinan ini diberitakan pula dalam QS. Yunus: 18 berikut:

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّهِ ۚ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan. Mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).
Menurut Hamka, tanpa penegasan Allah pada QS. Yasin ayat 75 itu pun, akal cerdas manusia sebenarnya akan membenarkan pernyataan bahwa tuhan yang dibuat dan dikhayalkan manusia tidak akan sanggup menolongnya sedikitpun. Sebuah perbuatan bodoh atau jahiliah manakala seseorang meminta tolong kepada buah hasil tangannya sendiri.
Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُحْضَرُونَ}
Padahal berhala-berhala itu menjadi tentera yang disiapkan untuk menjaga mereka. (Yasin: 75)

Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'di hari penghisaban amal perbuatan, Allah bermaksud menghimpun semua berhala itu kelak di hari kiamat, semuanya dihadirkan saat dilakukan penghisaban terhadap para pengabdinya'. Yang sudah barang tentu hal tersebut dimaksudkan untuk memperberat kesedihan mereka dan merupakan bukti yang lebih akurat menunjukkan kesalahan mereka (yang menyembahnya).

Terkait dengan yang dimaksud “tentara yang dihadirkan” pada ujung ayat ke-75 itu ulama berbeda pendapat. Apakah ungkapan itu merujuk kepada berhala ataukah para penyembahnya.
Menurut Quraish Shihab, ungkapan tersebut merujuk kepada para penyembah yang menjadi seperti tentara bagi sesembahannya. Mereka senantiasa menemani, memberikan persembahan dan melindungi berhala yang mereka anggap sebagai tuhan dari berbagai ancaman. Dapat pula dipahami bahwa sesembahan itu disiapkan sebagai tentara untuk menjaga penyembahnya. Berhala itu dihadirkan di dekat mereka, namun demikian tidak mampu membantu atau membela mereka yang telah menyembahnya. Ketika berada dekat bersama mereka saja tidak mampu, maka apalagi ketika berada di tempat yang jauh.
Adapun menurut Wahbah Az-Zuhaili, berhala itu akan dihadirkan untuk membantu mengazab penyembahnya di hari kiamat, karena kelak berhala merupakan salah satu bahan bakar api neraka. Sementara itu, at-Tabataba’i menyatakan sesembahan didatangkan ketika penyembahnya diazab di neraka untuk menunjukkan ketidakmampuannya menolong mereka. Pendapat lain mengatakan, kelak setiap kaum akan didatangkan apa yang mereka sembah selain Allah ketika di dunia. Mereka diperintahkan mengikuti sesembahan ini menuju neraka sebagaimana layaknya sebuah rombongan tentara.
Ibnu Jarir al-Thabari menerangkan bahwa pada surat Yasin ayat 74, Allah SWT mengecam orang-orang musyrik yang tidak hanya abai terhadap ajaran Islam, tetapi mereka malah menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan dan sesembahan. Padahal Allah SWT menegaskan bahwa berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka. Dalam penjelasan al-Thabari, bahwa orang-orang musyrik berharap berhala itu dapat menolong mereka dari bencana dan azab.
Pada redaksi surat Yasin ayat 75, Allah SWT menegaskan bahwa berhala-berhala itu tidak mampu untuk menolong mereka. Al-Thabari menulis terdapat perbedaan penafsiran terhadap kalimat wahum lahum jundun muhdharuun. Berdasarkan riwayat dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu ‘Ashim dari ‘Isa dari al-Harits dari al-Hasan dari Waraqa dari Abu Najih dari Mujahid, yang dimaksud dengan dihadirkan (muhdharuun) pada kalimat tersebut adalah pada Hari Perhitungan (‘inda al-hisab).
Adapun berdasarkan riwayat dari Basyar dari Yazid dari Sa’id dari Qatadah, al-Thabari menuliskan bahwa ayat 75 ini berkaitan dengan kekecewaan orang-orang musyrik terhadap berhala-berhala mereka. Orang-orang ini marah kepada berhala ketika di dunia karena tidak dapat mendatangkan kebaikan maupun tidak bisa menolak kesialan atau bencana yang menimpa mereka. Karena berhala ini hanyalah patung-patung yang tidak bisa berbuat apa pun.

Dalam tafsir al-Wajiz, al-Wahidi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan muhdharuun pada ayat 75 adalah berhala-berhala yang disembah orang musyrik ini akan menjadi bahan bakar para penghuni neraka. Artinya berhala-berhala ini akan dihadirkan pula di dalam neraka.
Menurut al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf, orang-orang musyrik mengharapkan agar berhala-berhala yang mereka sembah dapat menolong mereka dari segala bentuk marabahaya, tetapi sebaliknya, berhala itu tidak mampu berbuat apa apa. Bahkan kata al-Zamakhsyari berhala-berhala ini akan menjadi bahan baku api di dalam neraka bagi orang-orang musyrik.

Berbeda dengan mufassir-mufassir sebelumnya, Fakhruddin al-Razi menerangkan ayat 74 surat Yasin ini adalah isyarat dan keterangan tentang puncak kesesatan orang-orang musyrik. Mereka diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT anugerahkan, akan tetapi malah meninggalkan kewajiban itu dan beribadah kepada selain-Nya, yang bahkan tidak memberikan dampak apa pun. Orang-orang musyrik ini malah meminta pertolongan kepada berhala itu, padahal berhala ini tidak mampu menolong. Al-Razi mengutip QS al-Anbiya ayat 68, bahwa berhala ini pada akhirnya akan menjadi bahan bakar bagi para penghuni neraka.

Menurut al-Razi, ayat 75 ini mengisyaratkan bahwa pasca ditetapkannya hukuman bagi orang-orang musyrik, berhala-berhala ini akan dihadirkan di dalam api neraka menyertai para penyembahnya ketika di dunia. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam QS al-Anbiya ayat 98. Bahkan ketika Hari Perhitungan, kata al-Razi, sesuai dengan QS al-Shaffat ayat 22-23, berhala-berhala ini akan dihadirkan bersama dengan orang-orang yang zhalim terhadap diri mereka sendiri.

Quraish Shihab dalam tafsirnya berpendapat bahwa kalimat wahum lahum jundun muhdharuun pada ayat 75, dapat dipahami dalam arti ‘padahal mereka’ para penyembah itu menjadi ‘pembela mereka’, berhala-berhala ini. Maksudnya adalah kaum musyrik itu selalu menemani, membantu, dan melindungi tuhan-tuhan berhala itu. Padahal yang mereka sembah itu akan dihadirkan pada Hari Kiamat untuk memeroleh balasan amal-amal mereka.

Kata muhdharuun, menurut Quraish dapat juga berarti dihadirkan di tempat mereka, yakni bahwa berhala-berhala itu tidak jauh dari tempat mereka, bahkan selalu hadir bersama kaum musyrik. Meski demikian, berhala-berhala ini tidak dapat membantu atau membela orang musyrik. Artinya bila dalam keadaan dekat dan hadir pun berhala-berhala itu tidak dapat membela dan membantu apa-apa, apalagi kalau jauh.
Berkaitan dengan pendapat terakhir ini, al-Qurtubi dalam tafsirnya mengutip potongan awal dari sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan at-Timidzi sebagai berikut:

 عن  أبي هريرة أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال : يجمع الله الناس يوم القيامة في صعيد واحد ، ثم يطلع عليهم رب العالمين فيقول : ألا ليتبع كل إنسان ما كان يعبد . فيمثل لصاحب الصليب صليبه ، ولصاحب التصاوير تصاويره ، ولصاحب النار ناره ، فيتبعون ما كانوا يعبدون ويبقى المسلمون

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat di satu tanah lapang, kemudian Ia mendatangi mereka dan berfirman; ‘Ingat, setiap manusia mengikuti apa yang pernah disembahnya.’ Lalu penyembah salib diperlihatkan penjelmaan salibnya, penyembah patung diperlihatkan penjelmaan patungnya dan penyembah api diperlihatkan penjelmaan apinya lalu mereka mereka mengikuti yang pernah mereka sembah. Sementara kaum muslimin tetap tinggal.” (HR. at-Tirmidzi no. 2480)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan