Khamis, 22 September 2022

 TADABBUR SURAH YASIN AYAT 77

Bissmillahirrahmanirrahim

Tafsir surah Yasin sebelum ini telah membicarakan mengenai cara Allah mengubati kesedihan Nabi SAW,  kali ini kita akan membahas tentang sikap kufur manusia. Mereka secara terang-terangan sangat memusuhi Allah dan Rasul-Nya dengan tidak mempercayai hari kebangkitan. Firman Allah SWT   Surah Yasin ayat 77 berikut:

اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ

“Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata!”

اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ

Wahbah Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir menyatakan bahwa kata a lam yarau sama arti dengan kata a lam ya’lam yang berarti apakah engkau tidak tahu. Sedangkan Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir mengatakan bahwa mengetahui di sini maknanya adalah tahu secara batin. Maksudnya apakah tidak terdetik sedikitpun dalam qalbu  mereka (al-Insan) tentang penciptaan mereka dari setitis mani.

Maksud insan dalam Tafsir al-Thabari  meriwayatkan tiga pendapat mengenai siapa mukhatab dari kata al-Insan pada ayat 77 dalam surah Yasin ini. Tiga pendapat yang termaktub dalam Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an adalah berkaitan dengan Ubay bin Khalaf, al-‘Ash bin wa’il, dan Abdullah bin Ubay. Sedangkan  al-Suyuti dalam al-Dur al-Mansur menambahkan satu lagi, yakni Abu Jahal. Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya:

Suatu ketika al-‘Ash bin Wa’il datang menemui Rasulullah saw dengan membawa sebuah tulang. Lalu ia remukkan tulang itu. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, tulang ini telah lapuk berlumuran debu dan tanah.

Setelah itu al-‘Ash bin Wa’il berkata; Wahai muhammad, apakah tulang yang remuk ini kelak akan dibangkitkan? Nabi menjawab; Ya, Allah akan membangkitkannya, lalu membunuhmu,  membangkitkanmu, dan memasukkanmu ke neraka. Tak lama kemudian turunlah surah Yasin ayat 77. Hal ini sekaligus menjadi sebab nuzulnya.

Manakala dalam tafsir Ibnu Katsir  mengatakan bahwa kurang tepat jika ‘Abdullah bin Ubay merupakan orang yang direspons oleh ayat 77 tersebut. Pasalnya ada kontradiksi antara ayat 77 dengan ‘Adullah bin Ubay dari sisi historis. Ayat 77 tergolong katagori makiyah sedangkan ‘Adullah bin Ubay merupakan penginkar ketika Nabi telah di Madinah. Maka riwayat tersebut menurutnya memang tidak tepat.

Sedangkan untuk yang kedua, yaitu ‘Abu Jahal, riwayat ini sepertinya memang tidak begitu terkenal di kalangan para mufasir. Riwayat ini hanya ditemukan dalam tafsir karya al-Suyuti. Sedangkang dalam Tafsir Thabarial-Tafsir al-MunirTafsir Ibnu ‘AsyurTafsir Ibnu Katsir, maupun Tafsir al-Zamakhsyari tidak ada riwayat yang menceritakan tentang keterkaitan Abu Jahal dalam surah Yasin ayat 77 ini.

Namun al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf memberikan penuturan yang menarik bahwa surah Yasin ayat 77 ini juga berkaitan dengan Abu Jahal. Ia mengatakan bahwa suatu ketika sekelompok orang-orang kafir Quraisy yang terdiri dari Ubay bin Khalaf, Abu Jahal, al-‘Ash bin Wa’il, dan Walid bin Mughirah, sedang berbicang-bincang mengenai dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw yang berkaitan dengan hari kebangkitan. Mereka adalah para pembesar kafir Quraisy

Di tengah perbincangan tersebut Ubay bin khalaf berkata; Apakah tidak kalian perhatikan ketika Muhammad berkata bahwa sesungguhnya Allah akan membangkitkan orang-orang mati?

Lalu Ubay  bersumpah; Demi Lata dan ‘Uzza, aku akan mendebat Muhammad mengenai hal itu. Lalu Ubay mengambil sebuah tulang yang sudah diremukkan dan mendatangi Nabi. Setelah itu terjadi dialog seperti yang sudah dipaparkan di atas.

Agaknya pendapat al-Zamakhsyari ini bisa menjadi jalan tengah di antara perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para mufasir mengenai siapakah orang yang direspons oleh surah Yasin ayat 77. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Wahbah Zuhaili bahwa para Ulama Ushul Fiqh sepakat menggunakan teori al-‘ibrah bi umum al-lafz la bi khusus al-sabab.

Dengan kata lain, meskipun ayat 77 ini memiliki sebab yang khusus, namun bermaksud kepada  kepada semua orang yang ingkar terhadap hari kebangkitan. Maka secara automatiknya, Ubay bin Khalaf, al-‘Ash bin wa’il, Abu Jahal dan Abdullah bin Ubay  termasuk di dalamnya semua insan yang mengikut perangai mereka adalah golongan yang menentang hari kebangkitan. 

Satu lagi kisah dari Tafsir Ibnu Kathir; Abu Khuzaifah bercerita, suatu ketika Rasaulullah bercerita, ada seorang yang hampir mati telah berpesan kepada anak-anaknya, wahai anak ku, bila aku mati nanti bakarlah aku, kemudian ambil arang tulang-tulangku, tumbuk bagi hancur kemudian hanyutkan ke dalam laut, sebaik sahaja dia mati, lalu keluarganya berbuat demikian. Kemudian Allah SWT himpunkan semula abu yang dihanyut itu lalu di hidupkan. Allah SWT bertanya kepada orang tersebut, kenapa berbuat demikian, maka jawabnya, aku takut aku dibangkitkan dan dipersoalkan dan diberi hukuman atas kesalahan aku. Utbah bin Amir mengiyakan kisah tersebut dan menyambung orang itu adalah tukang pencuri kain kapan.

اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ

Maksudnya: "bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani"

Allah SWT mengkritik orang-orang yang ingkar terhadap dakwah Nabi Muhammad SAW, khususnya terhadap hari kebangkitan, dengan mengemukakan analogi yang sangat tajam. Apakah tidak terdetik sedikitpun dalam qalbu mereka tentang penciptaanya. Dalam ayat itu, disebutkan bahwa mereka diciptakan dari nutfah. Zuhaili mengaitkan dengan surat as-Sajdah ayat 8, yakni air yang hina.

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهٗ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ مَّاۤءٍ مَّهِيْنٍ

Maksud:  "kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani)"

Air itu dianggap hina karena merupakan sesuatu yang sangat lemah. Buya Hamka mengatakan bahwa air itu terkadang terbuang sia-sia tidak tentu tujuan, mengotori celana dan kain dan lama-lama membusuk. Lalu apa yang ingin disombongkan dari hal itu. Setiap yang keluar dalam dalam badan insan itu adalah menjijikan, keluar dari mulut, keluar dari mata, keluar dari hidung, keluar dari telinga, keluar dari kemaluan, keluar dari dubur. Apakah yang menyebabkan kita sangat sombong kepada Allah Azza Wajalla. Enggan patuh pada perintah-Nya, enggan taat semua larangan-Nya, enggan pilih cara hidup yang diatur oleh-nya, Kita tetap mengatakan dan melaksanakan cara kita adalah yang terbaik. Astagfirullahal azim

Hanya berkat Rahmat-Nya air yang hina itu menjadi manusia. Sedikit demi sedikit tumbuh dalam rahim, lalu lahir, bertumbuh dan berkembang hingga memiliki akal dan kesadaran. Apakah hal itu tidak pernah terdetik dalam benak mereka yang ingkar itu?

Menurut al-Sabuni kalimat tanya dalam ayat 77 ini termasuk istifham ingkari atau bermakan sebaliknya. Maksudnya adalah memang tidak pernah terdetik dalam fikiran mereka tentang proses penciptaan awal mereka yang begitu hina itu. Dengan bongkaknya mereka menyombongkan diri dan memusuhi Allah SWT.

 فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ

Maksudnya; "ternyata dia menjadi musuh yang nyata!”

Wahbah Az-Zuhaili mengatakan bahwa kata khasim mubin merupakan sighat mubalagha atau bermakna sangat. Maksudnya adalah mereka secara secara terang-terangan sangat memusuhi Allah Dzat yang memberinya kehidupan dan rezeki dengan pelbagai kenikmatan seperti yang dihuraikan dalam ayat yang lalu. Ia mengatakan bahwa manusia dianjurkan untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Allah yang menciptakan, menumbuhkan, memberi rizeki, memberi akal dan kesadaran kepada manusia agar dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk menyembah Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya.

Jika Allah berkuasa untuk menciptakannya maka Allah SWT pun berkuasa untuk menciptakan yang kedua kalinya. Maka dari itu bukan hal yang sukar bagi Allah untuk membangkitkan orang-orang yang sudah mati meskipun dengan tulang-tulang yang tercerai-berai dan hancur lebur.

Kesimpulannya, kita bukan siapa-siapa di sisi Allah SWT, kita adalah golongan umum yang sentiasa terjebak dalam pelbagai dosa dan maksiat, kelalaian dan kealpaan dalam mengingati Allah SWT, kita bukan golongan khusus apa lagi khususul khusus, maka oleh itu disarankan perbanyakan amalan solat taubat, berzikir, dan berselawat. Semoga kita diberi keampunan atas kelemahan dan kenaifankan kita. Amin

Sekian terima kasih.