Ahad, 15 Mei 2016

BAGAIMANA PARA ULAMA BERADAB DENGAN GURU MEREKA

Bismillahirahmanirrahim, asssalamualaikum wrt

Dunia semakin di penghujung usianya, sunnatullah telah muncul satu demi satu. Hanya umat Islam yang menyelusuri sunnatullah dan sunnah nabi Muhammad saw sahaja yang menyedari tentangnya. Kebanyakkan manusia tidak menyedarinya. Antara sunnatullah di akhir zaman ini kian jelas ialah murid tidak menghormati gurunya.

Banyak sekali kisah di mana anak murid berlaku biadab dengan gurunya, malah kebiadapan ini disokong dan dibantu oleh kedua ibu bapa mereka. Kerap kali kita dengar guru dipersalahkan, guru dipukul atau ditumbuk tidak kurang juga guru sentiasa diberi ugutan demi ugutan. Malah guru juga tidak diberi sokongan dan perlindungan dari sudut undang-undang. Jelasnya, guru tidak diberi pembelaan sewajarnya. Akibatnya, bila cemerlang guru dipuji dan gagal guru dikeji.

Mari kita menyelusuri, sunnah para ulama dalam adab berguru agar mampu menyedarkan kita peri pentingnya beradab dengan guru untuk keberkatan hidup kita dan generasi seterusnya.

Diriwayatkan oleh Imam At Thabrani, bahwa Rasulullah (SAW) bersabda:

“Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu dengan ketenangan dan sikap hormat serta tawadhu’lah kepada orang yang mengajarimu”.

Imam Al Munawi dalam Faidh Al Qadir (3/253) menyatakan bahwa tawadhu’ murid terhadap guru merupakan cermin ketinggian dan kemuliaan si murid. Tunduknya kepada guru justru merupakan izzah dan kehormatan baginya. Beliau mengambil contoh, Ibnu Abbas, sahabat mulia yang amat dekat dengan Rasulullah mempersilakan Zain Bin Tsabit, untuk naik di atas kendaraannya, sedangkan ia sendiri yang menuntunnya. “Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami”, ucap Ibnu Abbas. Zaid Bin Tsabit sendiri mencium tangan Ibnu Abbas. “Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ahli bait Rasulullah”, balas Zaid. (Diriwayatkan At Thabarani, disahihkan oleh Al Iraqi)


Manakala As Sulaimi sendiri menceritakan pengormatan orang-orang terdahulu terhadap ulama mereka. Pada zamannya, orang-orang tidak akan bertanya sesuatu kepada Said bin Musayyab, faqih tabi’in, kecuali meminta izin terlebih dahulu, seperti layaknya seseorang yang sedang berhadapan dengan khalifah.


Bagi Imam As Syaf’i, beliau menghormati guru beliau Imam Malik, diceritakan oleh Ats Sulaimi, Al Munawi menyebutkan, “Di hadapan Malik aku membuka lembaran-lembaran dengan sangat hati-hati, agar jatuhnya lembaran kertas itu tidak terdengar”. dan bagi Rabi’ As-Sulaiman, murid Imam As Syafi’i pula berkata " Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.


kita perhatikan pula adab imam Abu Hanifah terhadap gurunya “Aku tidak pernah shalat setelah guruku Hammad, wafat, kecuali aku memintakan ampun untuknya dan untuk orang tuaku”. Rupanya perbuatan ini “menurun” juga kepada Abu Yusuf. Murid Abu Hanifah, ia selalu mendoakan Abu Hanifah sebelum mendoakan kedua orang tuanya sendiri. (Manaqib Imam Abu Hanifah, Al Muwaffaq Al Khawarizmi, 2/7)


Pernah satu ketika, Abdullah, putra Imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada ayahnya. “Syafi’i itu seperti apa orangnya, hingga aku melihat ayah banyak mendoakannya?”. “Wahai anakku, Syafi’i seperti matahari bagi dunia..”, jawab Ahmad bin Hanbal. Sebagaimana disebutkan beberapa riwayat, bahwa selama tiga puluh tahun Imam Ahmad mendoakan dan memintakan keampunan untuk guru beliau Imam As Syafi’i. (Tarikh Al Baghdadi, 2/62,66)


Imam Al Ghazali menjelaskannya. ”Hak para guru lebih besar daripada hak orang tua. Orang tua merupakan sebab kehadiran manusia di dunia fana, sedangkan guru bermanfaat bagi manusia untuk mengharungi kehidupan kekal. Kalaulah bukan karena jerih payah guru, maka usaha orang tua akan sia-sia dan tidak bermanfaat. Karena para guru yang memberikan manusia bekal menuju kehidupan akhirat yang kekal”. (Ihya’ Ulumuddin, 1/55).

Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).


Inilah sebahagian contoh teladan adab para ulama terhadap guru mereka, maka tidak hairanlah mereka memiliki ketinggian ilmu dan akhlak terpuji kerana keberkatan ilmu yang mereka perolehi dari para guru mereka.

kesimpulannya, marilah kita samada suka atau tidak suka berusaha untuk beradab dengan para guru supaya hidup kita dalam keberkatan Allah. Jauhilah bermusuhan dengan guru dan sentiasa berdoa untuk mereka kerana dengan berdoa itu akan turun keberkatan dari Allah SWT, selain itu sentiasa memohon ampun dari mereka dengan merendah diri bukan dengan sombong dan bongkak akan kehebatan diri. Apalah sangat hebatnya kita jika dibandingkan dengan ilmu yang mereka miliki.